Detail Interest Area

PENGELOLAAN ASET DESA: LKMD, Media Pelaporan Kekayaan Desa

Sumber : Ihyaul Ulum


PENGELOLAAN ASET DESA: 

LKMD, Media Pelaporan Kekayaan Desa 

Ihyaul Ulum

Abstraksi

Pengelolaan aset merupakan aspek penting dalam penyelenggaraan suatu entitas, terlebih entitas publik. Setelah pada tahun 2015 pemerintah (pusat/daerah) diharusnya menyusun neraca dengan basis akrual, maka mulai tahun 2016 pemerintah desa juga diharusnya menyusun laporan semacam neraca desa, LKMD (laporan kekayaan milik desa). Relatif sama dengan neraca pemerintah (pusat/daerah), LKMD juga menyajikan daftar kekayaan dan kewajiban desa. LKMD ini merupakan ujung dari hasil implementasi Permendagri Nomor 1 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.

Kata-kata kunci: aset desa, LKMD, pemerintah desa

PENGANTAR

       Mulai tahun 2016, Pemerintahan Desa (Pemdes) memiliki tugas tambahan dalam pelaporan keuangannya. Jika sebelumnya (sejak pemberlakuan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berimplikasi pada turunnya dana transfer dari APBN kepada desa – dikenal dengan nama Dana Desa) Pemdes ‘hanya’ cukup menyusun laporan realisasi anggaran (LRA) setiap 1 (satu) semester, maka mulai akhir 2016 mereka harus pula menyusun dan melaporkan daftar kekayaan dan kewajiban mereka dalam format laporan yang diberi nama LKMD, Laporan Kekayaan Milik Desa.

        LKMD memiliki format yang relatif agak sama dengan format neraca dalam laporan keuangan pemerintah daerah (Pemda). Bedanya, komponen akun di dalam LKMD tidak serinci dan sedetil komponen di neraca Pemda. LKMD terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu (1) aset, (2) kewajiban jangka pendek, dan (3) kekayaan bersih.

LKMD, semacam Neraca Desa

            Sebelum Pemdes diharuskan untuk menyusun dan melaporkan daftar kekayaannya dalam LKMD, Pemda telah terlebih dahulu mengenal laporan sejenis dengan nama neraca. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2010 yang kemudian dijabarkan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 tahun 2013 menyebutkan bahwa selain Laporan Realisasi Anggaran (LRA, semacam laporan realisasi pelaksanaan APBD di era sebelumnya), Pemda juga harus menyusun neraca, dan beberapa jenis laporan lainnya.

          Di dalam neraca Pemda, disajikan seluruh informasi mengenai kekayaan Pemda dalam suatu periode pelaporan. Neraca juga mencatumkan informasi tentang seluruh jenis kewajiban (jangka panjang dan jangka pendek) yang masih menjadi tanggungan Pemda di masa yang akan datang. Neraca menggambarkan jumlah kekayaan bersih yang dimiliki oleh Pemda.

       Seperti halnya neraca di Pemda, LKMD di Pemdes juga merupakan gambaran dari seluruh daftar kekayaan dan kewajiban Pemdes dalam suatu periode pelaporan. LKMD memberikan informasi tentang nilai kekayaan bersih yang dimiliki oleh Pemdes, yaitu jumlah aset setelah dikurangi dengan kewajiban. Bedanya, di dalam LKMD tidak dikenal akun kewajiban jangka panjang.

        Aset yang disajikan di dalam LKMD mencakup informasi tentang aset lancar dan aset tidak lancar. Aset Lancar terdiri dari kas desa (yaitu uang kas di bendahara desa dan dana kas di rekening desa), piutang (misalnya piutang sewa dan sebagainya), dan persediaan. Sementara Aset Tidak Lancar terdiri dari investasi permanen (misalnya penyertaan modal Pemdes pada Bumdes), aset tetap (tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi, jaringan) dan dana cadangan. Kekayaan bersih merupakan jumlah aset dikurangi dengan jumlah kewajiban jangka pendek.

Pengelolaan Aset Desa

    Awal Januari 2016, Menteri Dalam Negeri mengeluaran peraturan baru, Permendagri Nomor 1 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa. Sepertinya, peraturan ini merupakan pengganti dari Permendagri Nomor 4 tahun 2007 perihal yang sama. Namun di dalam Permendagri Nomor 1 tahun 2016 nama Permendagri Nomor 4 tahun 2007 sama sekali tidak disinggung. Beberapa hal yang diatur di dalam Permendagri Nomor 1 tahun 2016 tidak banyak berbeda dengan ketentuan sebelumnya. Kesannya, aturan baru ini hanya sekedar berganti nomor, tahun, dan nama menteri yang tanda tangan.

       Di dalam Permendagri Nomor 1 tahun 2016 ini, yang dimaksud dengan Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli milik Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) atau perolehan Hak lainnya yang sah. Pengelolaan Aset Desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian aset Desa.

     Aset desa dapat terdiri dari: (a) Kekayaan asli desa; (b) Kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa; (c) Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis; (d) Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian / kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang; (e) Hasil kerja sama desa; dan (f) Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lain yang sah. Seluruh aset desa tersebut dikelola oleh Pemdes di bawah tanggung jawab Kepala Desa berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

     Pasal 6 Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 menyatakan dengan tegas dan lugas tentang pengelolaan aset desa yang berupa tanah dan bangunan. Aset desa berupa tanah merupakan salah satu titik krusial dalam pengelolaan aset desa. Tanah bengkok yang merupakan salah satu jenis aset desa bahkan telah menjadi pemicu dilakukannya revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2014 menjadi PP Nomor 43 tahun 2015.

      Beberapa ketentuan yang diatur di Pasal 6 Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 diantaranya bahwa aset desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa. Sementara aset desa berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib. Aset desa dapat diasuransikan sesuai kemampuan keuangan desa dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Aset desa dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah desa. Aset desa dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.

Perencanaan, Pengadaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Aset Desa

      Perencanaan adalah tahapan kegiatan secara sistematis untuk merumuskan berbagai rincian kebutuhan barang milik desa. Perencanaan aset desa dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) untuk kebutuhan 6 (enam) tahun. Sedangkan perencanaan aset desa untuk kebutuhan 1 (satu) tahun dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKPDesa) dan ditetapkan dalam APBDesa setelah memperhatikan ketersediaan aset desa yang ada.

      Tahapan selanjutnya setelah perencanaan adalah pengadaan aset desa. Pengadaan aset desa dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil / tidak diskriminatif dan akuntabel. Pengadaan barang / jasa di desa diatur dengan Peraturan Bupati / Walikota dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Penggunaan aset Desa sebagaimana ditetapkan dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Status penggunaan aset Desa ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala Desa. Pemanfaatan aset desa dapat dilaksanakan sepanjang tidak dipergunakan langsung untuk menunjang penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Bentuk pemanfaatan aset Desa berupa: (1) sewa, (b) pinjam pakai; (c) kerjasama pemanfaatan; dan (d). bangun guna serah atau bangun serah guna.

       Pemanfaatan aset desa berupa sewa tidak mengubah status kepemilikan aset desa. Jangka waktu sewa aset desa paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. Sewa aset desa dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat: (a) para pihak yang terikat dalam perjanjian; (b) objek perjanjian sewa; (c). jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa dan jangka waktu; (d) tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu sewa; (e) hak dan kewajiban para pihak; (f). keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan (g) persyaratan lain yang di anggap perlu.

      Selain disewakan, aset desa dapat juga dimanfaatkan dalam skema kerja sama. Kerjasama pemanfaatan berupa tanah dan/atau bangunan dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna aset desa dan meningkatkan pendapatan desa. Kerja Sama Pemanfaatan aset desa berupa tanah dan/atau bangunan dengan pihak lain dilaksanakan dengan ketentuan: (a) tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBDesa untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap tanah dan bangunan tersebut; (b) Pihak lain yang dimaksud  dilarang menjaminkan atau menggadaikan aset desa yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan.  Jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 15 (lima belas) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.

Pengamanan, Pemeliharaan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Aset Desa

     Pengamanan aset desa wajib dilakukan oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa. Pengamanan aset desa meliputi: (a) administrasi antara lain pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan; (b) fisik untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang; (c) pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas; (d) selain terhadap aset desa berupa tanah dan bangunan, pengamananan dilakukan dengan cara penyimpanan dan pemeliharaan; dan (e) pengamanan hukum antara lain dengan melengkapi bukti status kepemilikan. Biaya Pengamanan aset Desa dibebankan pada APBDesa. Artinya, pada saat menysusun ABPDesa, Pemdes harus melakukan estimasi biaya untuk pengamanan dan pemeliharaan.

      Dalam kondisi tertentu, aset desa harus dihapuskan dari catatan dan laporan kekayaan desa. Penghapusan aset desa merupakan kegiatan menghapus/meniadakan aset desa dari buku data inventaris desa. Penghapusan aset desa dilakukan dalam hal aset desa karena terjadinya, antara lain: (a) beralih kepemilikan; (b) pemusnahan; atau (c) sebab lain. Hanya aset yang sudah tidak dapat dimanfaatkan dan/atau tidak memiliki nilai ekonomis yang boleh dimusnahkan, antara lain meja, kursi, dan komputer.

      Penghapusan aset desa yang bersifat strategis terlebih dahulu dibuatkan Berita Acara dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan Bupati/Walikota. Penghapusan aset Desa selain aset desa yang bersifat strategis tidak perlu mendapat persetujuan Bupati/Walikota. Cukup terlebih dahulu dibuat Berita Acara dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

      Pada prisipnya, aset desa dapat dipindahtangankan. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan aset Desa. Bentuk pemindahtanganan aset desa dapat meliputi: (a) tukar menukar; (b) penjualan; dan (c) penyertaan modal Pemerintah Desa. Penyertaan modal Pemdes yang sangat mungkin dilakukan adalah penyertaan modal Pemdes kepada Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Namun, jika misalnya Pemdes memutuskan untuk melakukan penyertaan modal selain kepada Bumdes juga dimungkinkan dengan terlebih dahulu ditetapkan dalam Peraturan Desa.

    Apakah aset desa boleh dijual? Jawabannya: boleh!. Aset desa dapat dijual apabila: (1) Aset desa tidak memiliki nilai manfaat dan/atau nilai ekonomis dalam mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Desa; (2) Aset desa berupa tanaman tumbuhan dan ternak yang dikelola oleh Pemerintahan Desa, seperti pohon jati, meranti, bambu, sapi, kambing; (3) Penjualan aset dapat dilakukan melalui penjualan langsung dan/atau lelang; (4) Penjualan langsung antara lain terhadap aset berupa meja, kursi, komputer, mesin tik serta tanaman tumbuhan dan ternak; (5) Penjualan melalui lelang antara lain terhadap aset berupa kendaraan bermotor, peralatan mesin.

     Khusus untuk kasus penjualan (atau lebih tepatnya pertukaran) aset desa berupa tanah terdapat ketentuan dan mekanisme yang lebih pruden. Tukar menukar tanah milik desa dilakukan dengan tahapan: (a) Kepala Desa menyampaikan surat kepada Bupati/Walikota terkait hasil Musyawarah Desa tentang tukar menukar tanah milik Desa dengan calon lokasi tanah pengganti berada pada desa setempat; (b) Kepala Desa menyampaikan permohonan ijin kepada Bupati/Walikota, untuk selanjutnya Bupati/Walikota meneruskan permohonan ijin kepada Gubernur.


Penatausahaan dan Penilaian Aset Desa

Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan aset Desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Aset desa yang sudah ditetapkan penggunaannya harus diinventarisir dalam buku inventaris aset desa dan diberi kodefikasi. Kodefikasi tersebut diatur dalam pedoman umum mengenai kodefikasi aset desa.

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersama Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan penilaian aset Desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan aset Desa. Sedangkan Kodefikasi adalah pemberian kode barang pada aset Desa dalam rangka pengamanan dan kepastian status kepemilikan. Penilaian aset desa tersebut dilakukan dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik. Per definisi, Penilaian adalah suatu proses kegiatan pengukuran yang didasarkan pada data/fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknis tertentu untuk memperoleh nilai aset Desa.

Pelaporan

Pelaporan adalah penyajian keterangan berupa informasi terkait dengan keadaan objektif aset Desa

Pengawasan dan Pengendalian

Pembinaan, pengawaan, dan pengendalian atas pengelolaan aset desa dilakukan secara bertingkat mulai dari pemeerintah pusat hingga kabupaten/kota melalui Camat. Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan aset desa. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan aset desa. Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan aset desa. Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, Bupati/Walikota dapat melimpahkan kepada Camat.

Wallau a’lam bis shawab.