Detail Interest Area

BANTUAN KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA DESA

Sumber : Rahmah Yabbar


BANTUAN KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA DESA

 Rahmah Yabbar

  

Abstraksi

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dampak efisiensi pemberian Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur kepada Pemerintah Desa. Bantuan Keuangan dapat bersifat umum dan khusus. Bantuan Keuangan yang bersifat umum peruntukkan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada Desa penerima bantuan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah di Desa. Bantuan Keuangan yang bersifat khusus, peruntukkan dan pengelolaannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah pemberi bantuan dalam rangka percepatan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Jawa Timur.

Bantuan Keuangan Desa diberikan pada desa-desa secara bertahap di wilayah Kabupaten/Kota yang tersebar di Provinsi Jawa Timur. Untuk Pemerintah Provinsi dalam pemberian Bantuan Keuangan Desa tahun 2016 mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016. Anggaran belanja Bantuan Keuangan Desa tahun 2016, bersifat khusus yang diarahkan antara lain untuk pembangunan infrastruktur, agar diketahui besarnya dampak efisiensi pengelolaan anggaran belanja terhadap kesejahteraan.

Memperhatikan beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa efisiensi belanja di bidang pendidikan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan efisiensi di bidang kesehatan dan infrastruktur berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.  Hal ini membuktikan  bahwa pengelolaan anggaran pendidikan diduga masih terjadi inefisiensi sehingga hasilnya berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara efisiensi di bidang kesehatan dan infrastruktur berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan efisiensi di bidang pendidikan berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin.  Hal ini membuktikan bahwa peningkatan belanja di bidang kesehatan dan infrastruktur terbukti dapat mengurangi jumlah penduduk miskin.

Berdasarkan hasil temuan penelitian ini diharapkan agar pengelolaan belanja publik, terutama pemanfaatan belanja Bantuan Keuangan Desa agar diarahkan  di infrastruktur agar dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien, transparan, serta akuntabel, dalam upaya penyediaan barang dan jasa publik. Selain itu, adanya peningkatan partisipasi publik dalam pengelolaan keuangan daerah (anggaran) diharapkan alokasi pengeluaran daerah sesuai dengan realitas kebutuhan masyarakat daerah penerima Bantuan Keuangan Desa yang sesungguhnya.

Kata Kunci: Efisiensi,  belanja daerah yaitu belanja Bantuan Keuangan Desa, diarahkan agar dimanfaatkan untuk belanja di bidang infrastruktur, pertumbuan ekonomi, jumlah penduduk miskin.

 PENDAHULUAN

      Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat memberikan Bantuan Keuangan yang bersumber dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa. Bantuan Keuangan dapat bersifat umum dan khusus. Bantuan Keuangan yang bersiat umum peruntukkan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada Desa penerima bantuan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah di Desa. Bantuan Keuangan yang bersifat khusus, peruntukkan dan pengelolaannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah pemberi bantuan dalam rangka percepatan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat. Pemberi bantuan bersifat khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APB Desa atau APB Desa penerima bantuan.

        Perlu diperhatikan bahwa Bantuan Keuangan bersifat khusus dikelola dalam APB Desa tetapi tidak diterapkan dalam ketentuan penggunaan paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan Kemasyarakatan Desa, serta Pemberdayaan Masyarakat Desa  dan paling banyak 30% (tiga puluh perseratus), dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, Operasional Pemerintah Desa, Tunjangan dan Operasional Badan Permusyawaratan Desa, dan Insentif Rukun Tetangga dan Rukun Warga sebagaimana pasal 100 ayat (1). Pada pasal (2) Perhitungan belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diluar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain, dan pada pasal (3) dapat digunakan untuk tambahan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa selain penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain diatur dengan peraturan Bupati/Walikota sebagaimana pasal (4) sesuai Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014.

        Gubernur dan Bupati/Walikota setiap tahun menginformasikan rencana Bantuan Keuangan yang bersumber dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Gubernur dan Bupati/Walikota menyampaikan informasi tersebut kepada Kepala Desa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah KUA dan PPAS disepakati Kepala Daerah bersama DPRD. Informasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota tersebut menjadi bahan penyusunan rancangan APB Desa.

        Bantuan Keuangan Desa dimaksud digunakan dalam rangka meningkatkan roda Pemerintahan Desa, baik dalam bidang pembangunan, pemerintahan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Bantuan Keuangan Desa merupakan bantuan langsung yang menyentuh masyarakat Desa dalam skala prioritas untuk mewujudkan visi dan misi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dengan meningkatkan sarana dan prasarana infrastruktur Desa untuk percepatan pembangunan perdesaan di Jawa Timur. Sedangkan Bantuan Keuangan Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota dalam skala prioritas untuk mewujudkan visi dan misi masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur pemberian Bantuan Keuangan Desa dimaksudkan untuk mempercepat akselerasi pembangunan perdesaan dalam rangka menyeimbangkan pertumbuhan dan perekonomian wilayah melalui pembangunan dan peningkatan infrastruktur perdesaan.

FENOMENA BELANJA PEMERINTAH DAERAH

     Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005) menyatakan adanya empat faktor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Kempat faktor tersebut adalah (1) sumberdaya manusia, (2) sumberdaya alam, (3) pembentukan modal, dan (4) teknologi. Pengeluaran pemerintah berperan dalam pembentukan modal, pengeluaran pemerintah tersebut dapat berupa sarana dan prasarana. Pembentukan modal di bidang sarana dan prasarana umumnya menjadi social overhead capital (SOC) yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. SOC ini sangat penting karena pihak swasta tidak akan mau menyediakan berbagai fasilitas publik, sehingga pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan akan terdorong naik dengan adanya berbagai fasilitas publik.

       Tujuan dari pembangunan salah satunya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Pemenuhan kebutuhan dasar akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas akan mampu memberikan kontribusi dalam kemajuan teknologi yang lebih mutakhir sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi.  Menurut Mankiw (2003) pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas modal manusia. Modal manusia dapat mengacu pada pendidikan, namun juga dapat digunakan untuk menjelaskan jenis investasi manusia lainnya yaitu investasi yang mendorong ke arah populasi yang sehat yaitu kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar di suatu wilayah. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2006).

      Perbaikan kualitas modal manusia tergantung pada tersedianya infrastruktur untuk menunjang investasi pada sumber daya manusia. Perumahan dan transportasi merupakan barang publik yang dapat disediakan pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ketersediaan perumahan yang layak akan membuat kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik karena dengan rumah yang layak dapat mendukung kesehatan dan pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas sumber daya manusia. Jaringan transportasi yang terintegrasi dengan baik akan melancarkan distribusi kegiatan ekonomi dan secara jangka panjang dapat menjadi media pemerataan pembangunan.

     Menurut Deni Friawan (2008) ada tiga alasan utama mengapa infrastruktur penting dalam sebuah integrasi ekonomi. Alasan pertama adalah ketersedian infrastruktur yang baru merupakan mesin utama pembangunan ekonomi. Kedua, untuk memperoleh manfaat yang penuh dari integrasi, ketersediaan jaringan infrastruktur sangat penting dalam memperlancar aktifitas perdagangan dan investasi. Alasan ketiga adalah perhatian terhadap perbaikan infrastruktur juga penting untuk mengatasi kesenjangan pembangunan ekonomi antar negara. Infrastruktur terdiri dari beberapa subsektor, infrastruktur dalam bentuk perumahan dan transportasi merupakan cukup penting untuk menunjang kehidupan masyarakat. 

     Peran pemerintah dalam suatu perekonomian dicerminkan oleh APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang substansinya berupa sumber-sumber pendapatan pemerintah dan juga alokasi dalam pengeluarannya (belanja daerah). Melalui anggaran belanja, pemerintah bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan penyediaan infrastruktur dan perbaikan kualitas pendidikan serta kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, melalui anggaran, pemerintah berfungsi sebagai penyedia barang dan jasa publik. Ketersediaan (pemenuhan kebutuhan) barang dan jasa publik masyarakat tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada sektor swasta, apalagi ketika kebutuhan tersebut terkait dengan kebutuhan primer. Karena pada dasarnya kegiatan sektor swasta bermotif untuk mencari keuntungan (profit oriented), maka peran pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik sangat tergantung pada pengelolaan anggaran belanjanya.

    Pembiayaan pembangunan di Jawa Timur masih didominansi oleh peran pemerintah. Hal ini dapat diindikasikan dari besarnya peranan APBD baik pada tingkat pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota serta Dana dekonsentrasi. Tabel 1,  mengindikasikan bahwa, pada triwulan pertama di tahun 2010, peranan pemerintah daerah Jawa Timur mencapai 50% dari total pembiayaan pembangunan di Jawa Timur. Besarnya peran pemerintah sebagai sumber pembiayaan pembangunan ini mengisyaratkan perlunya pengelolaan anggaran yang efisien, sebagai prasyarat perlu bagi percepatan pertumbuhan ekonomi dan juga pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara effisien pula, seperti pendidikan dan kesehatan. Dengan kata lain, pengelolaan anggaran belanja yang efisien dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara efisien pula.    

 Tabel 1.

               Sumber Pembiayaan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2010

Sumber

Keterangan

Triliun Rupiah

Kontribusi

Dalam negeri
APBD (Prov/Kota/Kab) dan dana dekonsetrasi

94.8

50%

Pembiayaan dari Lembaga Keuangan Bank

54.63

29%

Pembiayaan dari Lembaga Keuangan Non Bank (Perusahaan Pembiayaan, Koperasi/Lembaga Keuangan Mikro, Pegadaian, dll.)

10.83

6%

Luar Negeri
Pembiayaan dari Lembaga Bank & Non Bank

25.24

13%

Remitansi TKI (melalui perbankan dan kantor pos)

4.42

2%

Total

189.93

100%

Sumber: Laporan triwulanan Bank Indonesia Surabaya, Tahun 2010

 

      Di sisi lain, kondisi perkembangan perekonomian daerah dicerminkan oleh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang merupakan total pendapatan daerah dari semua sektor produksi yang dihasilkan oleh pelaku ekonomi dalam suatu daerah. Artinya, PDRB merupakan gambaran dari aktivitas produksi pelaku ekonomi baik swasta dan pemerintah dalam suatu daerah.

      Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi klasik, ketersediaan faktor produksi, seperti kapital dan tenaga kerja merupakan komponen utama yang menentukan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, berdasarkan teori pertumbuhan endogen, kualitas dari kedua komponen tersebut yang secara implisit disebut sebagai teknologi juga merupakan faktor utama yang menentukan percepatan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000). Berdasarkan prespektif tersebut, APBD yang efektif terjadi ketika alokasi anggaran lebih besar dipergunakan untuk meningkatkan kapasitas daerah, seperti perbaikan jalan, pendidikan dan pelayanan  kesehatan. Walaupun sebenarnya alokasi yang besar terhadap pembayaran gaji aparatur juga kemungkinan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang biasanya diiringi dengan peningkatan inflasi. Artinya, kenaikan alokasi belanja pegawai akan meningkatkan sisi permintaan, sehingga dapat mendorong  terjadinya  pertumbuhan,  dengan catatan kapasitas produksi juga meningkat. Namun jika tidak diikuti dengan kapasitas produksi yang meningkat, maka tekanan terjadinya peningkatan harga menjadi sangat kuat (Spence, M., 2007). Pada posisi yang demikian, peran pemerintah daerah melalui APBD menjadi penting sebagai instrumen untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya mempunyai multiplier effect terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam era otonomi.

     Atas dasar beberapa pemikiran dan pertimbangan di atas, maka pemanfaatan belanja Bantuan Keuangan Desa dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu dikaji mengenai Dampak Efisiensi Belanja Bantuan Keuangan Desa dari Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Jawa Timur ini sangat penting dan menarik untuk dilaksanakan.

TUJUAN PEMBERIAN BANTUAN KEUANGAN DESA            

Tujuan diberikannya  Bantuan Keuangan Desa adalah untuk:

  1. Mendorong pemerataan dan perkembangan wilayah dengan membuka akses hasil produksi dan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur perdesaan.
  2. Meningkatkan pemberdayaan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat perdesaan.  
  3. Mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.

 

      Bantuan Keuangan Desa diberikan pada desa-desa secara bertahap di wilayah Kabupaten/Kota yang tersebar di Provinsi Jawa Timur. Untuk tahun 2016, Pemerintah Provinsi dalam pemberian Bantuan Keuangan Desa, mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016. Demikian pula untuk Pemerintah Kabupaten/Kota, perlu mengacu Peraturan Bupati/Wali Kota masing-masing Pemerintah pemberi Bantuan Keuangan Desa.

 

LINGKUP KEGIATAN BANTUAN KEUANGAN DESA

Untuk Bantuan Keuangan Desa dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan lingkup kegiatan, meliputi:

  1. Pembangunan/peningkatan jalan Desa.
  2. Pembangunan sarana dan prasarana air bersih, sanitasi serta pengairan    Desa.
  3. Pembangunan sarana dan prasarana desa lainnya yang mendesak dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

 

Pelaksanaan Bantuan Keuangan Desa akan memberikan dampak secara langsung bagi pembangunan kualitas hidup masyarakat Desa dalam menjalankan perekonomian, pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.

  

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BANTUAN KEUANGAN DESA

           

     Perencanaan kegiatan dan lokasi Bantuan Keuangan Desa kepada Pemerintah Desa didasarkan pada prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) Provinsi Jawa Timur (top down) dan usulan Pemerintah Desa (bottom up). Sebelum mengalokasikan pemberian Bantuan Keuangan Desa, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur melakukan verifikasi terhadap Desa penerima bantuan berdasarkan prioritas RPJMD Provinsi Jawa Timur dengan memperhatikan alokasi pemberian Bantuan Keuangan Desa. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur melalui Biro Administrasi Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur dibantu tim fasilitasi Bantuan Keuangan Desa Provinsi Jawa Timur melakukan verifikasi kegiatan atas usulan Pemerintah Desa kepada Gubernur Jawa Timur. Permohonan bantuan dilampiri Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang disahkan oleh Kepala Desa disertai dengan foto lokasi kondisi 0% (nol persen). Hasil verifikasi dilaporkan kepada Gubernur Jawa Timur untuk penetapan persetujuan terhadap lokasi Desa, jenis kegiatan dan besarnya Bantuan Keuangan Desa.

     Penganggaran Pendapatan daerah yang bersumber dari Bantuan Keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan, sedangkan Pemerintah Desa penerima Bantuan Keuangan Desa,  dianggarkan dalam APB Desa.

      Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan tersebut diterima setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2016 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi bantuan keuangan dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2016 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2016. Dalam hal bantuan keuangan tersebut diterima setelah penetapan peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2016, maka bantuan keuangan tersebut ditampung dalam LRA pemerintah Provinsi atau pemerintah Kabupaten/Kota penerima bantuan.  

     Sedangkan untuk Bantuan Keuangan Desa jika diterima setelah Peraturan Desa tentang APB Desa atau APB Desa tidak melakukan Perubahan, maka Pemerintah Desa harus menyesuaikan alokasi Bantuan Keuangan Desa dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa dengan   pemberitahuan   kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD), untuk selanjutnya ditampung  penganggarannya dalam  Peraturan Desa tentang Perubahan APB Desa tahun berkenan atau dicantumkan dalam Laporan Realisasi Anggaran bagi Pemerintah Desa yang tidak melakukan perubahan sebagai mana pasal 34 Peraturan Menteri Dalam Negeri 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (disempurnakan).

     Pelaksanaan kegiatan bantuan keuangan Desa mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku. Apabila bantuan keuangan Desa tidak dapat dilaksanakan pada tahun anggaran yang bersangkutan, pelaksanaannya dapat ditunda pada tahun anggaran berikutnya sebagai Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dengan jenis kegiatan tidak berubah yang mengikuti ketentuan serta mekanisme yang berlaku dalam APB Desa.

PERSYARATAN MENDAPATKAN BANTUAN KEUANGAN DESA

Persyaratan untuk mendapatkan Bantuan Keuangan Desa dengan melengkapi dokumen masing-masing rangkap 3 (tiga) sebagai berikut :

  1. Surat permohonan pencairan dari Kepala Desa sesuai bantuan keuangan desa yang telah ditetapkan.
  2. Kuitansi asli bermaterai yang ditandatangani oleh Kepala Desa.    
  3. Menyampaikan rencana gambar obyek yang akan dibangun dan RAB sebesar Bantuan Keuangan Desa yang ditandatangani oleh Ketua Panitia pembangunan, diverifikasi oleh Sekretaris Desa dan disahkan Kepala Desa.
  4. Alokasi bantuan keuangan Desa di dalamnya sudah termasuk biaya administrasi kegiatan yang digunakan untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan sebesar 6% dari anggaran yang diberikan dan termasuk pembebanan pajak sebagaimana diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Fotocopy rekening Bank Jatim atas nama rekening kas Desa dan foto copy KTP Kepala Desa dan Bendahara Desa dilegalisir sesuai ketentuan yang berlaku.
  6. Menyerahkan Pakta Integritas yang ditandatangani oleh Ketua Panitia Pembangunan, Kepala Desa dan Ketua BPD.

TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DESA

Pemerintah Desa mempunyai tugas dan tanggungjawa sebagai penerima bantuan keuangan Desa dalam mempertanggungjawabkan penggunaan Bantuan Keuangan Desa, adalah untuk:

  1. Melakukan identifikasi usulan kegiatan masyarakat secara partisipatif.
  2. Menyusun proposal dan RAB usulan kegiatan masyarakat hasil identifikasi usulan secara partisipatif.
  3. Mengadakan rapat dengan melibatkan pemangku kepentingan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (MusrenbangDes).
  4. Menetapkan pembentukan Panitia Pembangunan sesuai jenis bantuan yang diajukan.  
  5. Membuka rekening atas nama Kas Desa di Bank Jatim.
  6. Mengajukan permohonan pencairan dana kepada Gubernur Jawa Timur.
  7. Melaksanakan penerimaan bantuan keuangan Desa dalam pengelolaan APB Desa.
  8. Menggunakan bantuan keuangan Desa sesuai RAB dengan mengacu ketentuan perundangan yang berlaku.
  9. Penerima bantuan keuangan Desa merupakan objek pemeriksaan.
  10. Memedomani Peraturan Gubernur Jawa Timur dan ketentuan pelaksanaan bantuan keuangan Desa.
  11. Melaporkan pertanggungjawaban bantuan keuangan Desa kepada Gubernur Jawa Timur melalui Bupati/Walikota.

 

LAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN KEUANGAN DESA

      Pemerintah Desa sebagai penerima Bantuan Keuangan Desa dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur mempunyai keharusan untuk membuat Laporan pertanggungjawaban terhadap pelaksanan kegiatan dalam penggunaan dana Bantuan Keuangan Desa. Pemerintah Desa melaporkan pertanggungjawaban Bantuan Keuangan Desa kepada Gubernur Jawa Timur melalui Bupati/Walikota.

Laporan tersebut berisikan antara lain tentang:

  1. Nama Desa, besar bantuan keuangan, dana yang sudah dicairkan,  perkembangan fisik   dilampiri dengan foto pembangunan (%), sesuai pelaksanaan kemajuan fisik kegiatan.
  2. Lampiran-lampiran data pendukung lainnya yang dianggap perlu  sebagai  tambahan informasi.                

 

PENGAWASAN

Pengawasan pelaksanaan Bntuan Keuangan Desa yang direalisasikan untuk kegiatan pembangunan fisik, dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Jawa Timur dan/atau Inspektorat Kabupaten/Kota. 

KESIMPULAN

Sebagai hasil evaluasi dalam pelaksanaan pemberian Bantuan Keuangan Desa dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, masih dijumpai yang tidak sesuai aturan, seperti

  1. Bendahara Desa yang ditunjuk tidak ber NPWP.
  2. Bendahara Desa belum melaksanakan pememotong/memungut dan  menyetorkan terhadap pajak-pajak PPh 21, PPh 22, PPh 23 dan PPn.
  3. Rekening Bank Jatim tidak atas nama Rekening Kas Desa.
  4. Bukti identitas dalam bentuk Foto copi KTP Kepala Desa dan Bendahara    belum  dilegalisisr.
  5. Bantuan Keuangan Desa secara tehnis tidak dapat dilaksanakan pada tahun anggaran yang bersangkutan, namun pelaksanaan dipaksakan sehingga hasil pelaksanaan kegiatan tidak maksimal. Sesuai aturan semestinya Bantuan Keuangan yang tidak dapat dilaksanakan, dapat ditunda tahun berikutnya sebagai SILPA, jenis kegiatan tidak berubah dan mengikuti ketentuan dan mekanisme yang berlaku dalam APB Desa.

 

SARAN

Dalam pelaksanaan pemberian Bantuan Keuangan Desa dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, maka Pemerintah Desa penerima Bantuan Keuangan Desa wajin memiliki,  seperti :

  1. Bendahara Desa yang ditunjuk wajib ber NPWP.
  2. Bendahara Desa wajib memotong/memungut dan menyetorkan PPh 21, PPh 22, PPh 23 dan PPN.
  3. Memiliki Rekening Bank Jatim atas nama Rekening Kas Desa.
  4. Foto copi KTP Kepala Desa dan Bendahara dilegalisisr.
  5. Bantuan Keuangan Desa yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun anggaran yang bersangkutan, pelaksanaan dapat ditunda tahun berikutnya sebagai SILPA, jenis kegiatan tidak berubah dan mengikuti ketentuan dan mekanisme yang berlaku dalam APB Desa.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Literature dan Buku-Buku Ilmiah

Bank Indonesia, 2012, Kajian Ekonomi Regional  Jawa Timur, Tri wulan I-2012, Bank Indonesia. Surabaya.

Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Yabbar Rahmah, Ardi Hamzahi, 2015, Tata Kelola Pemerintahan Desa.Dari Peraturan di Desa Hingga Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, Dari Perencanaan Pembangunan Desa hingga Pengelolaan Keuangan Desa.  Pustaka, Surabaya.

 

Daftar Jurnal, Hasil-hasil Penelitian, Makalah, Majalah dan website

Budiarto, Bambang. 2007. Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Daerah. Seminar Ekonomi Daerah. Surabaya.

Desi Dwi Bastias, 2010, Analisis pengaruh pengeluaran pemerintah atas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1969-2009, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Yabbar Rahmah, 2013. Dampak Efisiensi Belanja Pemerintah Daerah Terhadap Kesejateraan Masyarakat Jawa TimurSurabaya.

Yustika Ahmad Erani, dkk, 2015. Paparan pada Workshop Sosialisasi Labsite, Kebijakan dalam Mencapai Desa Mandiri, Best Western Kemayoran Hotel, 2 Oktober 2015, Jakarta.

 Daftar Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539).

Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang  Peraturan Pelaksanaanan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014  tentang Desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); ;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13, Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 2006. Depdagri RI.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Desa.

Peraturan Menteri Desa Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2016.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017.